Perubahan Hak Memilih Buat Gemeenteraad Sikap Kommunist Terhadap Parlementarisme (Bagian II)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Pada postingan kali ini kami memberikan lanjutan tulisan di Surat Kabar Api mengenai “Perubahan Hak Memilih Buat Gemeenteraad Sikap Kommunist Terhadap Parlementarisme”. Tulisan yang cukup panjang yang menjelaskan bagaimana kaum komunis bergerak dalam parlemen, sejarah parlemen, dan keinginan kaum komunis untuk menerapkan sistem pemerintahan Soviet. Dalam pemerintahan yang demikian itu semua sumber-sumbernya penghidupan, seperti: pabrik, tanah, tambang, rumah-rumah, kapal, spoor dan lain-lainnya, jadi kepunyaannya Rakyat yang bekerja, dan tidak jadi kepunyaannya satu-dua orang kapitalis saja seperti dalam pergaulan kapital.

Bahwa perubahan hak memilih ini, jika nanti sungguh dijadikan wet, sedikit sekali artinya, itulah sudah dikatakan oleh Loc. tg. 17 Juli. Benar juga jumlahnya kaum pemilih Bumiputra bertambah, tetapi wakil-wakil yang boleh dipilih buat duduk di gemeenteraad itu tidak tambah seorangpun. Wakil-wakil Bumiputra tetap banyak seperti sekarang. Inilah artinya: Semua putusan-putusan akan sedikit sekali faedahnya bagi penduduk-penduduk lainnya yang senasib dengan dia. Putusan-putusan gemeenteraad akan tetap seperti sekarang. Penduduk-penduduk yang kaja saja merasakan enaknya putusan-putusan itu.

Tetapi meskipun begitu, kita kaum Kommunis nanti akan bekerja juga di gemeenteraad seperti sekarang. Kita akan bergerak di situ. Tetapi kita tidak berpengharapan di situ akan bisa mengubah nasibnya penduduk-penduduk gemeente yang miskin. Kita akan turut memilih wakil-wakil dalam gemeenteraad. Dan kewajibannya wakil-wakil ini yaitu menunjukkan seterang-terangnya kepada Rakyat, bahwa gemeenteraad tidak besar gunanya, sebagaimana ini kita bisa lihat di Eropa. Jika nanti sudah banyak penduduk-penduduk Bumiputra dan dari lain-lain bangsa senasib sudah bisa memilih lebih luas daripada sekarang, tetapi nasibnya tidak berubah jadi baik, akan lenyaplah kepercajaannya kepada gemeenteraad. Orang lalu tidak percaja lagi, yang rapat-rapat perwakilan itu bisa memperbaiki nasibnya. Penduduk-penduduk yang meskin seperti penduduk Bumiputra akan terpaksa bergerak di luar gemeenteraad dengan memakai kekuatannya sendiri. Jika kita kaum Kommunis suka bekerja dalam gemeenteraad, itulah dengan maksud menunjukkan yang seterang-terangnya bahwa badan-badan perwakilan ini tidak begitu besar faedahnya. Kita harus menunjukkan yang aanschouwelijk, terang-cuaca, bahwa badan-badan perwakilan itu dipakai sebagai alat memerintah, apabila belum menguatirkan bagi kemajuan industri.

Sekarang ada tanda-tanda, yang sedikit dari sedikit di sini akan diadakan stelsel parlementair. Artinya: penduduk-penduduk negeri akan diberi kesempatan untuk turut beromong-omong tentang urusan negeri . . . tetapi bukan tentang urusan di paberik-paberik, di onderneming-onderneming, dan di lain-lainnya perusahaan. Bersama-sama dengan ini kita harus menentukan sikap kita terhadap pada perlementarisme. Kawan-kawan separtai harus tahu betul, apakah yang mereka harus berbuat, jika hak memilih di sini diluaskan dan jika bisa kejadian di sini diadakan parlemen, dimana wet-wet negeri dibikin.

Di Eropa pergerakan parlementer sudah lebih lanjut dari pada di sini. Kita harus mempelajari parlementarisme di sana. Begitulah kita di sini bisa menyingkiri kesalahan-kesalahan, yang sudah terbikin di Eropa itu. Begitulah kemajuan kita di sini bisa terjadi lebih mudah dan lebih selamat.

Paling pertama kita harus tahu, apa sebabnya diadakan parlement, yaitu badan perwakilan yang berhak membikin Wet-Wet negeri itu. Karena ada pergerakan parlementair, kaum buruh lupa, bahwa perubahan dalam pergaulan hidup itu hanya bisa didapat dengan pergerakan yang keras-keras di luar parlement.
Kita sudah sering kata, bahwa parlement tidak besar gunanya. Jika kita berkata demikian, sudah tentulah kita harus menunjuk bukti. Apakah di Eropa tidak ada begitu banyak parlement? Apakah negeri-negeri di Eropa tidak hampir semua diperintah oleh parlement? Tetapi apakah kemiskinan di sana jadi kurang, karena ada perlement itu? Sama sekali tidak! Kemiskinan tidak kurang, tetapi kemiskinan ini tambah hari bertambah besar. Orang-orang yang meskin bukan orang-orang yang bodoh seperti dulu, tetapi orang-orang yang terpelajar banyak lah yang jatuh meskin … meskipun ada parlement.

Jika kita di sini tidak suka membuta tuli, haruslah kita mengambil percontohan di Eropa. Kita wajiblah mengambil contoh-contoh dari apa-apa yang terjadi. Dari apa-apa yang haruslah kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran yang berguna. Apabila ia sudah terang cuaca, yang parlementair stelsel (negeri dengan parlement) tidak bisa mendatangkan keselamatan Ra’jat, apakah perlunya kita begitu mementingkan pergerakan buat menuntot datangnya hak memilih umum, buat menuntut, datangnya parlement dan lain-lainnya itu di Indonesia sini?

Jika sudah terang itu parlement ta’ada gunanya Untuk mengurangkan kemiskinan umum, haruslah kita mencari peraturan baru buat negeri, yaitu peraturan yang sungguh² bisa menghilangkan kemiskinan Ra’jat. Haruslah kita tahu betul, apakah artinya peperintahan itu. Jika kita tahu, apakah parlement, proviciale raad, gemeenteraad, hak memilih dan lain-lainnya itu. Sebagaimana kita tahu, manusia dalam pergaulan hidup sekarang terbagi jadi dua, yaitu klas yang menghisap dan klas yang terhisap. Klas yang menghisap selamanya tidak besar jumlahnya. Klas yang menghisap sebetulnya tidak kuat, karena ia tidak begitu banyak jiwanya. Untuk bisa meneruskan hisapannya dan kekuasa’annya, klas yang menghisap itu harus menipu klas yang terhisap. Klas yang terhisap itu dibingung-bingungkan pikirannya. Klas yang terhisap harus kira, bahwa sudah seadil-adilnya ada klas yang menghisap dan ada klas yang terhisap. Klas yang terhisap harus yakin-yakin betul, bahwa hisapan itu sudah ditakdirkan alam. Klas yang terhisap itu harus yakin, bahwa dunia sudah tidak bisa diubah lagi dan harus tinggal begitu saja, yaitu ada penghisap dan ada golongan yang terhisap.

Supaya klas yang terhisap ini bisa berpikiran demikian, klas yang menghisap membayar penulis-penulis, orang-orang ulama dan lain-lain orang pandai Untuk mengabui mata Ra’jat. Dalam pergaulan kapital sekarang kaum kapital membayar penulis-penulis buku, tukang-tukang sair, orang-orang ulama, profesor-profesor, journalist-journalist Untuk memuji-muji kaum kapitalist dan peraturannya. Orang-orang ini semua harus berkata siang-malam, bahwa keada’an seperti sekarang itu sudah tidak bisa diubah lagi. Ini keada’an sudah natuurlijk, jadi sudah harus selamanya tetap. Ta’ seorang bisa mengubahnya.

Begitulah dikata-katakan oleh orang yang terbayar oleh kapital itu. Tetapi nasehat-nasehat ini ada kalanya hilang pengaruhnya atas Rakyat. Karena tindasan itu kala-kala kelihatan kurang ajar sekali, Rakyat lalu memberontak. Untuk menjaga supaya Rakyat tidak memberontak dan untuk menindas pergerakan yang haibat-haibat, lalu diadakan: polisi, soldadu, hakim dan penjara. Ini semua tidak lain cuma pemerintahan. Jadi pemerintahan itulah yang berwujud: polisi, soldadu, hakim dan penjara itu.

Selama dalam negeri masih ada pertentangan klas, maka pemerintahan itu jadi perkakasnya klas yang kuasa untuk menindas klas lainnya yang harus ditindas. Dalam negeri, dimana kapital masih kuasa di lapang ekonomi, pemerintahan jadi perkakas kaum kapital. Dalam negeri kaum buruh dan tani seperti di Ruslan, pemerintahan itu jadi perkakasnya kaum buruh dan tani untuk menindas musuhnya, yaitu kapital dalam negeri dan kaum kapital asing, yang mau menyerang negeri kaum buruh itu. Adanya pemerintahan dalam negeri, itulah suatu tanda, bahwa dalam negeri itu ada tindasan. Adanya pemerintahan, itulah suatu bukti, bahwa klas yang tertindas dan klas yang menindas tidak bisa didamaikan.

Adanya pemerintahan itulah suatu bukti, bahwa dalam negeri ada pertentangan klas, yang akhirnya menimbulkan pertentangan terang-terangan dan keputusannya tidak lain yaitu rusaknya salah-satu klas bertentang-tentangan itu. Dalam pergaulan Kommunist yang sudah lanjut kemajuannya, akan hilanglah pertentangan klas. Klas kapital hilanglah. Timbullah di waktu itu cuma golongan manusia saja, yang bekerja buat keselamatan Rakyat umum dan buat ketertiban negeri. Hilangnya pertentangan klas membawa juga hilangnya pemerintahan, yang berwujud: militer, polisi, hakim dan penjara itu. Dalam pergaulan Kommunist kekuasaan yang berwujud kekuatan dan kekerasan itu lenyap, karena tidak perlu lagi ada klas yang harus ditindas seperti dalam jaman sekarang.

Karena mengetahui ini semua, maka kita kaum Kommunist tidak begitu perhatikan rancangan perubahan yang akan dirembuk di Volksraad di sini. Jika kawan-kawan separtai tidak insjaf betul-betul, maka perubahan itu jika sudah jadi Wet, bisa membingungkan pergerakan di sini. Perubahan itu bisa melemahkan pergerakan revolusioner di sini, apabila kawan-kawan kita tidak ingat betul apa yang ditulis oleh kawan kita almarhum Friedrich Engels itu. Jadi menurut Engels pemerintahan yang demokratis itu sudah mestinya timbul dalam kemajuan, karena itulah sifatnya pemerintahan kapital yang paling sempurna.

Tentang pemerintahan dalam pergaulan kapital, Friedrich Engels dalam bukunya Ursprung der Familie menulis demikian:
“Dalam kebanyakan negeri-negeri yang tersebut dalam riwayat, maka hak-haknya pendudukjuga diatur menurut kekaja’annya. Karena ada aturan yang begitu, jadi terang sekali, bahwa peperintahan itu suatu organisasi dari klas yang kaja Untuk berjaga-jaga terhadap pada klas yang miskin. Begitulah keada’annya dulu dalam jaman purbakala di negeri Room dan Athena. Begitulah keada’annya juga dalam abad-abad pertengahan (yaitu mulai tahun 476 sampai 1492) di negeri kaum bangsawan, ketika kekuasa’an politiek diatur menurut banyak nya tanah yang dipunyai oleh kaum bangsawan itu. Begitu juga keada’annya dalam negeri sekarang, yang mempunyai perwakilan, dimana hak memilih diatur menurut besarnya kekaja’an. Perbeda’an hak politiek, yang diatur menurut kekaja’an, itulah perbeda’an yang bukan sebenarnya. Perbeda’an yang serupa itu malahan menunjukkan , bahwa negeri belum sampai jauh betul kemajuannya.”

Pandangan tentang pemerintahan seperti di atas tidak saja timbul dalam kepalanya seorang Kommunist seperti F. Engels. Surat Kabar  Locomotief sendiri pemandangannya pun demikian juga. Dalam perbantahannya melawan Nieuw Soerabaja Courant, pikiran Locomotief. tidak berbeda dengan pemikiran kita. N.S.C tidak setuju dengan adanya parlemen wakil-wakil cuma membikin ribut saja. Sebagai bukti-bukti itu surat kabar di Surabaja mengeluarkan apa yang terjadi dalam parlemen di Lithauen, Nicaragua, dan Perancis. Mensoes tulisan N.S.C.

Locomotief menulis demikian:
“De New Soer. Crt geschoqueerd door relltjes in het parlement, die ook zelfs de rustiger elementen in Lithauen zullen betreuren, moge tot haar troost bedunkan, hoe de aanwezigheid van zulk een vrije tribune in den lande heel wat relletjes buiten het parlement van vermoedelijk ernstiger aard dan een hand gemeen tusschen een paar opgewonden politici zal voorkomen. Dat parlementarisme door de mode van den dag in den ban gedaan, werkt namelijk voor de machinerie maatschappij als een nog niet verbeterde veilligheidskep (spatieering van ons, red. Api), die men liefst niet te zeer moet bezwaren.”

Melayunya:
Neeuw. Soer Crt. takut melihat keributan dalam parlemen, yang juga membikin menyesal orang-orang yang pendiam di Lithauen. Tetapi itu surat kabar harus tahu, bahwa karena wakil-wakil di parlemen bisa bicara sesuka-sukanya sendiri itu, di luarnya parlemen tidak terjadi keributan-keributan yang boleh jadi lebih menguatirkan pula. Keributan-keributan di luarnya parlemen ini boleh jadi lebih berbahaya dari pada satu-dua orang politik yang berkelahi dalam parlemen. Sekarang parlementarisme itu buat pergaulan hidup ada seperti pintu penjagaan (veilig heidskip, yaitu suatu klep di ketel-ketelnya itu tidak meledak, jika kebanyakan asap, red. Api) yang seharusnya tidak perlu ditutup keras-keras.”

Jadi hak memilih yang umum sekalipun dan parlemen yang sejati sekalipun maksudnya tidak lain cuma buat mengurangkan pertentangan-pertentangan yang hebat di luar parlemen saja. Semua ini tidak buat menghilangkan kemiskinan.

Sekarang orang bisa tanya:
“Jika kaum Kommunist tidak demikian setuju dengan republik yang demokratis sekalipun, apakah yang ditujunya? Orang toh tidak seharusnya mencela-cela dan merobak-rombak saja, tetapi ia harus menunjukkan jalan dan menggalang juga apa yang sudah dirombak itu?”

Memang, kita juga mempunyai program dari apa yang kita maksudkan. Kita tahu, bahwa parlemen tidak akan bisa menghilangkan kemiskinan umum. Meskipun begitu kita akan bekerja dalam parlemen, sebagaimana kita sudah tulis. Tetapi bersama-sama dengan pekerjaan dalam parlemen itu kita menuntut datangnya pemerintahan yang berdasar Sowyet, seperti ini kita sudah bisa lihat di Rusland, yaitu pemerintah kaum buruh dan tani. Di sana demokrasi seperti di Eropa Barat tidak ada. Di Rusland orang-orang yang mempunyai hak memilih cuma orang-orang lelaki dan perempuan yang bekerja buat keperluan umum saja.

Orang-orang bekas kapitalis di Rusland tidak mempunyai hak memilih, seperti di pergaulan kapital. Begitu juga orang-orang yang menghisap pekerjaan, lain orang kaum ulama dan bekas-bekas kaum aristokrasi tidak mendapat hak memilih itu. Di Rusland yang kuasa membicarakan dan mengurus jalannya negeri hanya kaum buruh dan kaum tani saja.

Jika kapitalisme sudah tinggi betul umurnya, parlementarisme sudah tidak bisa laku lagi. Dalam hal ini lalu timbul pemerintahan diktatuur, yaitu pemerintahan yang tidak pakai permufakatannya orang banyak lagi. Apakah diktatuurnya kaum kapital, ataukah diktatuurnya kaum Proletar, itulah tergantung pada aktifnya, tergantung pada pekerjaannya kaum buruh di tiap-tiap negeri.
Pendek kita menuntut datangnya pemerintahan yang berdasar Sowyet. Dalam pemerintahan yang demikian itu semua sumber-sumbernya penghidupan, seperti: pabrik, tanah, tambang, rumah-rumah, kapal, spoor dan lain-lainnya, jadi kepunyaannya Rakyat yang bekerja, dan tidak jadi kepunyaannya satu-dua orang kapitalis saja seperti dalam pergaulan kapital.

Apakah datangnya pemerintahan Sowyet itu nanti akan didahului oleh pergerakan-pergerakan yang keras, itulah tergantung pada sikapnya kaum kapital sendiri.

(Api, 3, 5 dan 7 Agustus, 1925)

(Diambil dalam buku : Edi Cahyono, Jaman Bergerak di Hindia Belanda Mosaik Bacaan Kaoem Pergerakan Tempo Doeloe, Yayasan Pancur Siwah, 2003)

Tinggalkan komentar