Tjerita dari Seboeah Gedong: Stadstuin Semarang

Stadstuin Semarang 1927 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

Gedong Stadstuin jang didiriken pada taon 1905 dan mengambil tempat sebagian dari aloon-aloon seblah Koelon, sekarang telah dibongkar. Dengen begitoe aloon-aloon Semarang jang di dalem tempo blakangan ini soeda djadi sempit lantaran tanahnja kena dimakan oleh pendirian-pendirian Postkantoor, Telefoonkantoor, Stadsverband (sekarang djadi autobussen staanplaats) dan pasar Djohar, djadi loeas poela.

Saja rasa ada baeknja kaloe di sini saja oelangken bebrapa kadjadian jang menjangkoet pada pendirian itoe boeat djadi satoe peringetan. Veereniging Stadstuin diberdirikan pada tanggal 2 Agustus 1904 oleh Resident Pietersijthof dengan maksoed teroetama boeat madjoekan kunst Barat, rapetkan persobatan di antara anggota-anggotanja serta boeat dapetken tempat mengaso jang baek, dengan kadang-kadang diadakan gezellige avond (kaja Planten & Dierentuin di Batavia). Segala bangsa bisa ditrima mendjadi anggotanja itoe perkoempoelan dan sebagi lid Tionghoa jang pertama saja ketemoeken namanja Majoor Tan Siauw Liep jang itoe Tempo pangkoe djabatan Luitenant. Baca lebih lanjut

Mobil Masa Kolonial Belanda, Sebuah Pameran Kekuasaan

Masyarakat Takjub Melihat Mobil di Solo 1922 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

Jaman modernisasi di Hindia Belanda mulai berlangsung pada akhir abad ke-19 dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, perkembangan sekolah-sekolah modern Barat, liberalisasi perekonomian yang meningkatkan arus migrasi penduduk asing dan arus investasi modal asing, pesatnya industrialisasi, pesatnya pembangunan infrastruktur dan sistem komunikasi modern, pembaharuan sistem administrasi dan birokrasi pemerintah Kolonial Belanda, modernisasi kehidupan masyarakat perkotaan, serta terjadinya differensiasi dan spesialisasi lapangan pekerjaan.

Mobil sebagai bentuk modernisasi masyarakat Hindia Belanda mulai masuk pada pada akhir abad ke-19. Mobil merek Benz menjadi mobil pertama yang dimiliki oleh pihak Kerajaan Kasunanan Surakarta, dan mobil tersebut adalah mobil pesanan pribadi Pakubuwono X pada tahun 1894. Tahun 1907 salah seorang keluarga raja lain di Solo, Kanjeng Raden Sosrodiningrat membeli sebuah mobil merk Daimler. Mobil merk ini memang tergolong mobil mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang berkedudukan tinggi. Mobil ini bekerja dengan empat silinder sama dengan kendaraan yang dipakai oleh Gubernur Jenderal di Batavia. Pembelian mobil Daimler tersebut oleh keluarga Sunan Solo, disebabkan karena Sunan tidak mau kalah gengsi dengan Gubernur Jenderal. Sebelumnya, ketika Gubernur masih menggunakan mobil merk Fiat atau sebuah kereta yang ditarik dengan 40 ekor kuda, tidak seorang pun berani menyainginya. Tetapi tiba-tiba saja Sunan Solo memesan mobil dari pabrik dan merk yang sama, Kanjeng Raden Sosrodiningrat memesan mobil Daimlernya lewat Prottel & Co.
Baca lebih lanjut

SNEEVLIET DIBUANG!!!

Oleh: Marco

Sinar Hindia, 10 Desember 1918.

Seperti yang telah kita kabarkan kemarin, bahwa saudara Sneevliet betul jadi dibuang. Sesungguhnya tidak nama jarang kalau saya mesti memberhentikan diri tidak turut di dalam pergerakan Hindia, terutama Sarekat Islam. Sebab kalau saya hitung, adalah 8 tahun lamanya saya bergerak di lapangan jurnalistik, yaitu mulai tahun 1914 nama saya sudah tercetak di halaman surat kabar Medan Prijaji di Bandung, surat kabar mana yang saya jadi Mede Redacteur-nya. Waktu Sarekat Islam belum lahir di dunia saya sudah berteriak
ada di Medan Prijaji tentang tidak adilnya Pemerintah di Hindia sini dan rendahnya bangsa kita. Teriakan-teriakan itu sekarang sudah menjadi umum, dan asal orang yang mempunyai kemanusiaan dan tidak jilat-jilat kepada orang yang kuat tentu berani berteriak! Baca lebih lanjut

Nasehat Untuk Ambtenaren

Oleh: Marco

Sinar Hindia, 21 September 1918.

Sebagai tuan pembaca maklum, di dalam Sinar hari Kemis 19/9/18 ada surat kiriman dari seorang perempuan istri Mantri Polisi: Raden Ajoe Mohamad Soeprapto gebooren Soewardi di Ambarawa, surat mana yang semata-mata membela suaminya. Inilah sudah menunjukkan, bahwa fihak kita perempuan sekarang ini sudah suka turut campur kepada perkara-perkara yang diurus fihak lelaki. Saja tahu, bila R.A. Moh Soeprapto, seorang dari fihak perempuan, yang mengerti jalannya dunia kemajuan, yaitu memihak kepada bangsa kita ini waktu baru di injak-injak dan diperas oleh bangsa-bangsa yang buas. Tetapi . . . Ya, pembaca, ada tetapinya, apakah R.A. Moh Soeprapto itu sekarang bergerak di lapang jurnalistik cuma hanya memihak suaminya atau akan membela kegunaan umum? Inilah masih menjadi pertanyaan.

Sebagai jurnalis saya mesti memihak orang yang terisap dan tertindas, inilah sudah barang tentu: tetapi sebagai Kaum Muda saya mesti memihak kepada fihak perempuan, sebab pada saat ini perempuan masih banyak  yang dapat tindasan dari fihak lelaki, pada hal kemajuan kita perlu dapat bantuannya. Baca lebih lanjut

Jangan Takut

Oleh: Marco
Sinar Djawa, 11 April 1918.

Sungguhpun amat berat orang bergerak memihak kepada orang yang lemah (orang yang tertindas), lihatlah adanya pemogokan yang berulang-ulang diwartakan dalam Sinar ini. Di situ sudah menunjukkan bilangannya berpuluh-puluh korban itu pemogokan, inilah memang sudah seharusnya. Sebab melawan kaum yang mempunyai pabrik-pabrik itu sama artinya dengan melawan pemerintah yang tidak adil. Kalau kami menilai hal itu saya lalu ingat bunyinya buku: Om leven en vrijheid dan Zes maanden onder de commando’s. Buku-buku itu menunjukkan betapa haibatnya peperangan antara orang Inggris dan orang Belanda (booren) ada di Zuid-Afrika. Karena pada masa itu orang-orang yang ada di Zuid-Afrika (Kaapstad, Bloemfontein enz) merasa dihinakan oleh pemerintah Inggris. Lantaran hal ini, maka di situ timbullah peperangan suara (surat kabar), yaitu fihaknya Pemerintah dan fihaknya rakyat. Tidak jarang lagi kalau pada itu
waktu Pemerintah Inggris memberi bantuan beberapa surat kabar yang terbit di Zuid Afrika, supaya surat-surat kabar itu bisa memihak kepada Pemerintah Inggris. Barangkali Pemerintah sendiri juga membikin surat kabar, sengaja dibuat melawan suara rakyat, inilah sudah boleh ditentukan. Tuan pembaca kami kira bisa mengira sendiri, seberapa beratkah pikulan redacteur-redacteur itu yang memihak kepada rakyat di dalam itu jaman peperangan suara di Zuid Afrika? Walaupun begitu, banyak anak anak muda yang dengan sukanya sendiri turut membantu itu surat kabarnya rakyat, meskipun dia tahu juga, bahwa bantuannya itu hanya kekuatan yang kecil sekali. Tetapi kekuatan kecil itu kalau bertimbun-timbun jadi kekuatan yang besar! Baca lebih lanjut

Apakah Pabrik Gula Itu Racun Buat Bangsa Kita?!

Oleh: Marco

Sinar Djawa, 26 Maret 1918.

 Tuan H.E.B. SCHMALHAUSEN, pensiunan Assistent Resident di tanah Jawa bukunya yang dikasih nama OVER JAVA EN DE  JAVANEN, betapakah sangsaranya bangsa kita orang desa yang tanahnya sama disewa pabrik. Di sini kami tidak perlu lagi  menerangkan lebih panjang tentang isinya buku yang tersebut di atas, tetapi kami hendak membuka aduan beberapa orang desa yang sawahnya disewa oleh pabrik gula. Sampai sekalian pembaca telah menaksikan sendiri, di tanah kita inilah penuh dengan pabrik-pabrik gula dan berjuta-juta rupiah pabrik itu bisa tarik keuntungan. Kalau hal itu dipikir dengan hati yang suci, orang tentu bisa berkata, bila kauntungan sebesar itu kakayaan bangsa kita orang desa yang mempunyai sawah disewa pabrik. Dari itu tidak salah lagi kalau ada yang berkata: Di mana ada pabrik gula, tembako, nila enz, enz. di situlah orangnya desa ronkang-rangkang! Meskipun kami mengerti bahwa kapitalisme dan regeering itu sasungguhnya jadi satu badan, tetapi di sini kami hendak menguraikan dengan cara yang baik, juga dengan sangat pengharapan kita supaya pamerintah sudi memperhatikan tulisan kami ini, agar supaya bangsa kita saudara desa tidak terlalu sangat mendapat tindesan dari pabrik-pabrik gula. Baca lebih lanjut