Pihak Perempuan Juga Harus Mengenal Politik

Buruh perempuan di perkebunan tembakau di Jawa 1920

Buruh perempuan di perkebunan tembakau di Jawa 1920

Tulisan di bawah ini merupakan tulisan seorang perempuan mungkin juga ibu rumah tangga yang sangat apik mengutarakan bagaimana seharusnya peran perempuan dalam masa pergerakan nasional. Tulisan yang sederhana tetapi dalam bingkai analisis klas yang jarang ditemukan dalam masa pergerakan nasional dan ditulis oleh seorang perempuan. Koran Api memang kerap mempublikasikan tulisan-tulisan tokoh pergerakan nasional perempuan baik lokal maupun nasional.

Selamat membaca dan Selamat Hari Ibu, Perempuan Sejati!!!!

Pihak Perempuan Juga Harus Mengenal Politik

“Penindasan kepada kaum laki-laki berarti juga penindasan kepada kaum perempuan”

Untuk membuktikan atau membenarkan bahwa sudah seharusnya kaum perempuan itu juga turut bergerak berlomba-lomba dalam kalangan politik berdampingan membantu pada pergerakan kaum lelaki, maka di sini kami merasa perlu membentangkan pemandangan kami yang sepicik ini, walaupun sedikit, agar dapat membuka pikiran kaum kita, perempuan, yang masih daladalam kegelapan umumnya.

Bahwasanya manusia dalam dunia ini bisa merasa senang hidupnya, apabila kecukupan segalasegala keperluannya, dan sebaliknya, ia, hidup sengsara kalau menderita kemiskinan.

Kemajuan kapitalisme sudah menimbulkan dua kasta, yaitu golongan kaum kaya yang sekarang berkuasa mengatur dunia ini dan memerintah berjuta-juta Rakyat miskin, yang hidup serba sengsara. Kasta ini ialah kasta modal yang membelenggu keperluannya manusia terbanyak yaitu kasta proletar. Kaum tani dan pedagang kecil-kecil yang dulu-dulu bisa hidup merdeka, oleh kemajuan tehnik (mesin) sudah sama terdesak pencahariannya dan mereka sama menjadi kaum buruh biasa di pabrik-pabrik, tambang-tambang atau di perusahaan lain-lainnya. Sungguhpun mereka menjadi kaum buruh itu pada jaman sekarang tidak tetap lagi hidupnya. Sewaktu-waktu bisa dilepas oleh majikannya apabila sudah tidak disukai lagi.

Adanya krisis dunia sudah menimbulkan beribu-ribu kaum yang sama bergelandangan kian kemari untuk mencari pekerjaan yaitu kaum pengangguran. Dari banyaknya orang-orang yang tak berpencaharian ini, lalu timbullah “konkurrensi” yang menyebabkan turunnya harga kaum buruh. Mereka terpaksa menjual tenaga dengan buruhan sedikit. Di pabrik-pabrik, tambang-tambang dan di perusahaan lain-lainnya, meskipunmeskipun mereka ini kerja membanting tulang dan mandi peluh tetapi penghasilannya tak bisa cukup untuk dimakan dengan anak bininya. Kaum buruh ini tentu selamanya tidak bisa merasakan hidup senang, sebab keperluannya sehari-hari senantiasa terganggu.

Gaji kaum buruh yang sudah minimum bisa juga diturunkan lagi atau kaumkaum buruh ini bisa dilepas sama sekali. Apabila kejadian begini tentu anak dan perempuannya mendapat kesusahan juga, sebab hidupnya senantiasa bergantung oleh lelakinya. Bagi perempuan yang tak mengerti tentang politik, tentu bingunglah pikirannya dan alasan rupa-rupa bisa dilemparkan pada lakinya, bahasa ini semua lakinyalah yang bersalah. Dari tersesatnya pikiran perempuan ini bisa menjadikan reaksi yang menghalang-halangi pada lelakinya untuk merebut perbaikan nasibnya.

Terbawa oleh rusaknya ekonomi yang ditimbulkan oleh kapitalisme, maka ppergerakan rakyat di mana-mana tempat makin hebatnya. Kaum buruh sama menguatkan barisannya untuk menentang pada “stelsel” kemodalan itu. Kapitalisme sudah mendesak pada kemerdekaan Rakyat semuanya.

Kaum perempuan yang dulu-dulu hanya tinggal di rumah mengatur rumah tangga, sekarang terpaksa keluar juga turut bekerja di desa-desa, kota-kota dan pabrik-pabrik, untuk membantu pada lakinya terbawa oleh kurangnya penghasilan si laki.

Di Indonesia kita bisa tahu sendiri banyak orang perempuannya sampai pada anak-anak kecil yang belum cukup umurnya sama bekerja di pabrik-pabrik dan lain-lainnnya. Di sini lalu timbul persaingan antara kaum lelaki, perempuan, anak-anak. Kaum lelaki tidak akan terpakai lagi dan pekerjaan dijalankan oleh perempuan dan anak-anak, yang umumnya mau dibayar sedikit dan menurut saja.

Di sini sudah terang, bahwa tidak saja kaum lelaki tetapi juga perempuan terampas kemerdekaannya dan terperas oleh kapitalisme.

Adapun kemiskinan menyebabkan banyak perempuan yang menjual kehormatannya untuk mencari penghidupan. Di sinilah timbulnya prostitusi (perjalangan).

Sudahlah terbukti bahwa “stelsel” kemodalan itulah yang membikin rusaknya pergaulan hidup bersama, tidak hanya orang lelaki, tapi juga perempuan dan anak-anak kita menjadi korban oleh karenanya. Dari itu sudahlah seharusnya, bahwa pihak perempuan itu juga turut bersiap bersama-sama dengan lakinya untuk membasmi kapitalisme sampai pada akar-akarnya.

Mudah-mudahan uraian kami yang sepicik ini dapat menambah penerangan bagi pihak perempuan yang masih dalam kegelapan dan lekaslah mereka melingkiskan lengan bajunya untuk bekerja.

Ayolah saudara-saudara, maju!!!!!

(Seorang Perempuan, dalam Api 10 Maret 1926).

Tinggalkan komentar