Para Propagandis

Semaoen dan Darsono Propagandis Sarekat Islam (Koleksi: Gambar pada buku DE COMMUNISTISCHE BEWEGING IN NEDERLANDSCH-INDIE karya J. TH. PETRUS BLUMBERGER)

Semaoen dan Darsono Propagandis Sarekat Islam (Koleksi: Gambar pada buku DE COMMUNISTISCHE BEWEGING IN NEDERLANDSCH-INDIE karya
J. TH. PETRUS BLUMBERGER)

“…Tinju gadis itu antara sebentar terangkat, kadang telunjuknya menuding. Telapak tangannya yang halus itu malahan pernah menggebrak meja podium. Mukanya yang pucat jadi merah berseri, kelelahan lenyap dari wajahnya.

Tiba-tiba terdengar pekikan keluar dari kerongkongan putrinya. Ia tak dengar apa yang dikatakannya. Dan kepala gadis itu menunduk takzim, memberi hormat pada hadirin.Tepuk tangan dan seruan Hidup Juffrouw Soendari berderai tiada kan habis-habisnya, mengiringinya turun dari podium.”[1]

Baca lebih lanjut

Douwes Dekker Tidak Berobah Haluannya

Oleh: Marco

Sinar Hindia, 17 Agustus 1918.

Wat zou Ik niet willwen
Geven, als mijn broer
(D.D. Mc) op Java terug
moch keeren. Mijn gedach
ten zijn eigenijk aldoor bij

hem . . .

(Apa saja yang saya tiada suka kasih, kalau saya punya saudara (D.D. Mc.) boleh kembali ke tanah Jawa. Saya selalu memikirkan dia.)

Waktu saja mendengar kabar bahwa D.D. telah diberi izin pulang ke tanah Jawa, saja ingat bunyi suratnya Mej. A.D.D. yang dikirim kepada saya seperti yang tersebut di atas itu. Ketika saya masih ada di dalam penjara di Betawi saya pertiada tuturkan fatsal sikapnya Insulinde pada Semarangsche lesvereeniging, karena ada tiada begitu perlu lagi dikata di sini, yaitu fatsal empat dalam Gemeente yang di buat rebutan oleh antara kaum kapitalis dan kaum miskin, yang mana pembaca sudah mengetahui.

Barangkali tiada jarang kalau Mej. A.D.D. mengatakan saya seorang yang berubah ingatan, karena waktu saya saya berkata bahwa D.D. bisa kembali ke tanah Jawa. Barangkali itu waktu Insulinde belum ada niat buat minta kembali D.D. pulang ke tanah Jawa kepada regeering.

Lantaran S.I. Semarang dan I.S.D.V. tidak bisa cocok dengan Insulinde, maka saya mengira bahwa D.D. sudah tidak bisa cocok lagi dengan saya, sebab D.D. fihaknya Insulinde sedang saya fihaknya S.I. dan I.S.D.V.  Dari itu saya lalu tidak memperhatikan pula keadaan D.D. dan Insulinde.

Tetapi sekarang rupa-rupanya D.D. baru saja berdaya upaya supaya Insulinde suka memberikan tangan kepada S.I. dan I.S.D.V.  seperti tulisan yang saya kutip dari Jawa Tengah di bawah ini:
Baca lebih lanjut

Kromo di Jawa

Oleh: Saturnus

Sinar Djawa, 20 Pebruari 1918

 Pagi-pagi pukul lima bangunlah Kromo dari tidurnya akan mengusahakan sawahnya. Ia mengeluarkan kerbau dari kandangnya dan memanggul bajak, menyingsingkan bajunya. Seorang budak kecil yang belum berumur, meskipun belum waktunya bekerja berat, berjalan di belakang bapanya itu membawa cangkul. Bekerjalah Kromo dengan anak sekeras-kerasnya setiap hari. Setelah pukul sebelas pulanglah Kromo dengan perut kosong, tetapi seribu sayang perutnya itu tak dapat diisi dengan segera, karena bini Kromo belum datang dari pekan menjual kayu-kayu dan daun pisang. Kromo terpaksa menunggu kedatangan bininya itu dengan bekerja memotong-motong kayu, mengambil buah nyiur akan dijual, pada esok paginya. Kira-kira jam dua Kromo baru bisa makan dengan nasi merah dan ikan gerih; tetapi kelihatanlah amat lezat cita rasanya karena dia empunya perut “amat kosong.” Habis makan pergi pula Kromo ke sawah, pada pikirannya biarlah lekas selesai pekerjaannya itu. Jam enam sore ia baru pulang, kalau tak ada nasi biasanya makan ketela pohon yang direbus atau dibakar; itulah sudah cukup buat menahan perutnya. Dari payahnya pada waktu malam ia tidur pulas, dan bininya senantiasa: “remrem ayam” sebab merasakan apakah gerangan yang akan dimakan pada esok paginya??? Baca lebih lanjut

Haluan Saya

oleh: Tjipto Mangoenkoesoemo

Sinar Djawa, 27 Juli 1917

Dalam De Indier yang terbit pada hari Sabtu tanggal 30 Juni, Tuan Tjipto Mangoenkoesoemo ada tulis tersalin oleh Mojopahiet seperti berikut:

Suratnya Procurer Generaal telah menyebabkan saya memikirkan bermacam-macam ini, misalnya hal kekurangan keadilan, yang mana kita di Hindia ini selalu ada menjadi kurban dan memikirkan pikiran-pikiran orang tentangan diri saya yang tidak beralasan dengan kebenaran sedikit juga. Hal ini boleh mendatangkan persangkaan yang salah atas diri saya, hal mana sekarang juga di kemudian harinya boleh menerbitkan berbagai-bagai bantahan. Hoofdbestuur dari vereeniging Insulinde telah menerangkan dengan panjang lebar dan dengan seterang-terangnya, bahwa Procureur Generaal ada mempunyai pikiran yang salah tentangan vereeniging Insulinde dan tentangan hak-haknya yang telah diaku sah oleh pemerintah tinggi di Hindia Nederland. Saja tidak dapat mengubah dan menambah apa-apa yang telah diterangkan itu. Apa yang akan saya tulis di atas ini, ialah suatu keterangan, yang bahasa saya terpaksa mempertahankan diri saya dengan sekeras-kerasnya, apabila dan di mana saja orang berdaya upaya akan membusukkan atau memburukkan nama saya, sebagaimana telah terjadi dengan suratnya Procureur Generaal itu. Baca lebih lanjut

Sekolahan SI Semarang

 Sinar Hindia, 23 Agustus 1921

SI Semarang sudah lama turut memperhatikan pelajaran rakyat. Dalam tahun 1916 ia sudah buka suara-suara supaya pelajaran rakyat Hindia jangan diatur secara standenschool. Buat kongres 1917 sudah dimajukan voorstel supaya semua rakyat boleh masuk di HIS, jangan dipilih menurut pangkat dan asal seperti sekarang ini. Dalam salah satu kongres P.G.H.B utusan SI Semarang sudah pernah menerangkan bagaimana baiknya aturan onderwijs itu dirubah untuk meratakan pelajaran rakyat, jangan menurut keperluan pangkat dan asal.

Tetapi, SI Semarang tahu bahwa semua keperluan rakyat pertama-tama harus diperhatikan oleh rakyat sendiri dan dengan kekuatan rakyat sendiri. Suara-suara saja tidak akan bias member buah yang baik. Daya upaya, buka baju, gerakan tangan dan badan sendiri itulah yang harus rakyat perbuat guna menuntut keperluannya.

Mengingat hak ini maka SI Semarang lalu mengadakan sekolahannya sendiri juga.
Baca lebih lanjut

SNEEVLIET DIBUANG!!!

Oleh: Marco

Sinar Hindia, 10 Desember 1918.

Seperti yang telah kita kabarkan kemarin, bahwa saudara Sneevliet betul jadi dibuang. Sesungguhnya tidak nama jarang kalau saya mesti memberhentikan diri tidak turut di dalam pergerakan Hindia, terutama Sarekat Islam. Sebab kalau saya hitung, adalah 8 tahun lamanya saya bergerak di lapangan jurnalistik, yaitu mulai tahun 1914 nama saya sudah tercetak di halaman surat kabar Medan Prijaji di Bandung, surat kabar mana yang saya jadi Mede Redacteur-nya. Waktu Sarekat Islam belum lahir di dunia saya sudah berteriak
ada di Medan Prijaji tentang tidak adilnya Pemerintah di Hindia sini dan rendahnya bangsa kita. Teriakan-teriakan itu sekarang sudah menjadi umum, dan asal orang yang mempunyai kemanusiaan dan tidak jilat-jilat kepada orang yang kuat tentu berani berteriak! Baca lebih lanjut