Semarang tahun 1921 terkenal sebagai kota pusat kaum merah di Hindia Belanda. Pada masa itu di Semarang terdapat markas VSTP (Vereeniging van Spoor en Tram Personeel), serikat pekerja kereta api yang paling teratur dan terorganisir di seluruh Hindia Belanda yang didirikan tahun 1904 dengan hampir sekitar 17000 anggota yang secara rutin membayar iuran keanggotaan dan memiliki cabang diberbagai daerah serta memiliki surat kabar yang terbit secara teratur dan modern. Semarang kota tempat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diketuai oleh Semaoen dan sebagai partai kader karena massa rakyat berada pada organisasi Sarekat Islam (SI) Semarang yang telah berafiliasi bahkan telah menjadi bagian dari PKI. Kedua organisasi ini memiliki alat propaganda yang sama-sama modern yaitu surat kabar Het Vrije Woord dan Suara Rakyat (diketuai oleh Darsono) untuk PKI, sedangkan SI Semarang memiliki surat kabar Sinar Hindia.
Begitulah suasana pergerakan kota Semarang ketika pertamakali Tan Malaka datang, suasana jaman pergerakan yang sedang bergejolak akibat dari guncangan ekonomi, semakin represifnya pemerintah kolonial Belanda dengan mengeluarkan berbagai undang-undang yang sangat membatasi masyarakat untuk berserikat, berkumpul, menulis, bersidang dan berbicara. Dan yang lebih menakutkan bagi para aktivis pergerakan pada saat itu adalah exorbitante rechten hak istimewa gubernur jendral untuk membuang para aktivis pergerakan yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban pemerintah Kolonial Belanda. Baca lebih lanjut