“Varwel” Malaka

Tan Malaka

Semarang  tahun 1921 terkenal sebagai kota pusat kaum merah di Hindia Belanda. Pada masa itu di Semarang terdapat markas VSTP  (Vereeniging van Spoor en Tram Personeel), serikat pekerja kereta api yang paling teratur dan terorganisir di seluruh Hindia Belanda yang didirikan tahun 1904 dengan hampir sekitar 17000 anggota yang secara rutin membayar iuran keanggotaan dan memiliki cabang diberbagai daerah serta memiliki surat kabar yang terbit secara teratur dan modern. Semarang kota tempat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diketuai oleh Semaoen dan sebagai partai kader karena massa rakyat berada pada organisasi Sarekat Islam (SI) Semarang yang telah berafiliasi bahkan telah menjadi bagian dari PKI. Kedua organisasi ini memiliki alat propaganda yang sama-sama modern yaitu surat kabar Het Vrije Woord dan Suara Rakyat (diketuai oleh Darsono) untuk PKI, sedangkan SI Semarang memiliki surat kabar Sinar Hindia.

Begitulah suasana pergerakan kota Semarang ketika pertamakali Tan Malaka datang, suasana jaman pergerakan yang sedang bergejolak akibat dari guncangan ekonomi, semakin represifnya pemerintah kolonial Belanda dengan mengeluarkan berbagai undang-undang yang sangat membatasi masyarakat untuk berserikat, berkumpul, menulis, bersidang dan berbicara. Dan yang lebih menakutkan bagi para aktivis pergerakan pada saat itu adalah exorbitante rechten hak istimewa gubernur jendral untuk membuang para aktivis pergerakan yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban pemerintah Kolonial Belanda. Baca lebih lanjut

Sekolahan SI Semarang

 Sinar Hindia, 23 Agustus 1921

SI Semarang sudah lama turut memperhatikan pelajaran rakyat. Dalam tahun 1916 ia sudah buka suara-suara supaya pelajaran rakyat Hindia jangan diatur secara standenschool. Buat kongres 1917 sudah dimajukan voorstel supaya semua rakyat boleh masuk di HIS, jangan dipilih menurut pangkat dan asal seperti sekarang ini. Dalam salah satu kongres P.G.H.B utusan SI Semarang sudah pernah menerangkan bagaimana baiknya aturan onderwijs itu dirubah untuk meratakan pelajaran rakyat, jangan menurut keperluan pangkat dan asal.

Tetapi, SI Semarang tahu bahwa semua keperluan rakyat pertama-tama harus diperhatikan oleh rakyat sendiri dan dengan kekuatan rakyat sendiri. Suara-suara saja tidak akan bias member buah yang baik. Daya upaya, buka baju, gerakan tangan dan badan sendiri itulah yang harus rakyat perbuat guna menuntut keperluannya.

Mengingat hak ini maka SI Semarang lalu mengadakan sekolahannya sendiri juga.
Baca lebih lanjut