BEGINI UANG, BEGITU LAGI UANG, SEMUA UANG

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Menurut kabar-kabar yang kita baca dalam surat kabar, maka dalam volksraad lamalah telah dibicarakan tentang perubahan peraturan pemilihan lid-lid dalam gemeenteraad.

Dalam pembicaraan-pembicaraan itu banyaklah perkataan-perkataan yang membikin goncangnya kepala dari pemimpin-pemimpin surat-surat kabar dari pihak Rakyat, sambil berkata dalam batinnya terhadap Rakyat “awaslah saku bajumu”.

Melihat bea-bea yang ditimbulkan oleh gemeente, seperti peraturan bea pasar, bea dari permainan-permainan, bea pembikinan rumah, bea buat membuka kedai, dan lain-lain serta melihat pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh gemeente seperti waterleiding, pembikinan rumah, motor-motor bis dan sebagainya, maka banyaklah orang-orang yang salah sangka.

Orang-orang yang tidak membaca surat-surat kabar dan mengukur dengan praktiknya, lalu mempunyai dugaan bahwa badan gemeenteraad itu hanya badan perdagangan. Boleh jadilah orang-orang yang mengatakan bahwa gemeente itu tidak lain daripada orang yang berdagang, itu terbawa dari kebiasaan dulu kala yaitu peraturan pacht (tebas) yang tidak boleh disangkal, membikin kurusnya ekonomi Rakyat dan negeri.

Kita mengerti bahwa dugaan semacam itu kurang enak terdengar oleh gemeente, dan kurang betul, tetapi dugaan tadi itu ditimbulkan oleh praktiknya peraturan gemeente sendiri.

Orang-orang yang bisa dan boleh membaca surat-surat kabar dan juga mendengar yang katanya bahwa tujuan dari adanya gemeenteraad itu meskipun dengan ongkos yang tidak boleh dikata sedikit, keluar dari saku baju Rakyat, ialah menghendaki supaya penduduk dari daerah gemeente, yang diwakili oleh orang-orang yang dipilih, turut berembuk bagi peraturan untuk kemajuan negeri dengan cara demokratis (dengan mengingat suara penduduk).

Boleh jadi orang akan bersenang hati mendengar alasan tersebut di atas, karena merasa, bahwa peraturan dalam gemeente akan diadakan mengingat juga suaranya, hingga pada permulaannya ramailah beberapa golongan sama berebut, seolah-olah berkelahi dalam vergadering-vergadering pemilihan, untuk meajukan orang yang dipilihnya.

Tetapi setelah melihat kesudahannya, maka berkurang-kuranglah kenafsuan bagi pemilihan lid-lid gemeenteraad. Orang tidak lagi gemar mengeluarkan ongkos-ongkos seperti dulu-dulu: auto bagi mengambil pemilih-pemilih, auto dan pajangan disertai musik buat memberitahukan orang-orang yang dipilih, ongkos-ongkos ini dan ongkos-ongkos itu.

Bukan sedemikian saja kemunduran Rakyat dalam nafsunya dalam pemilihan lid-lid gemeenteraad, malah-malah ada yang tidak suka sama sekali, ada yang memboikot seperti di Surabaya.

Pemboikotan itu bukan karena penduduk tidak mementingkan kemajuan, dan bukan karena mereka tidak suka bekerja bagi kepentingan umum, tetapi karena peraturan perwakilan gemeenteraad.

Peraturan perwakilan gemeenteraad yang tidak setimbang itulah yang menyebabkan pemboikotan bagi perwakilan dalam gemeenteraad di Surabaya, dari pihak kaum terpelajar di Surabaya. Kalau diselidiki yang sebetulnya, maka orang tidak akan memungkiri lagi, bahwa peraturan perwakilan dalam gemeenteraad-gemeenteraad itu tidak bisa dibilang beres, malah amat ganjil adanya.

Menurut keterangan yang kita dapat, maka peraturan perwakilan dalam gemeenteraad di Semarang itu, begitu macam, hingga orang akan bertanya: apa macam? Apa itu cuma pura-pura saja, yang dikatakan, dengan mengingat suara penduduk?

Pertanyaan-pertanyaan tadi memang tidak boleh disangkal lagi, dan pemboikotan di Surabaya itu pun tidak bisa dipersalahkan, kecuali dari orang-orang yang mementingkan “uang transport”.

Menurut peraturan yang kita ketahui di Semarang orang bisa menguji sendiri betul dan salahnya pertanyaan dan sikap tersebut di atas.

Peraturan perwakilan di Semarang itu kalau tidak salah, sekarang sebagai di bawah ini:

23 orang wakil dari pihak Eropa

8 orang dari pihak Bumiputera

4 orang dari pihak Tionghoa

Jadi dari pihak Bumiputera hanya ada 8 orang wakil, sedang dari 8 orang tadi menurut suaranya dan sikapnya separo yang tidak bisa digolongkan dalam kepentingan Rakyat, sedang separo dari sisanya belum atau tidak berani memegang keras kepentingan Rakyat.

Menilik keterangan di atas, orang bisa mengukur seberapa jauh faedahnya atau tidak bergunanya suara-suara yang mementingkan keperluan Rakyat dalam gemeenteraad. Tetapi sebaliknya dengan adanya aturan gemeenteraad orang juga harus mereken berapa ongkos-ongkosnya yang tertarik dari saku Rakyat.

Apabila orang berpendapat bahwa gemeenteraad-gemeenteraad itu amat kecil sekali atau tidak sama sekali berfaedah bagi keperluan Rakyat, sedang dari mereka banyaklah ongkos-ongkos yang ditariknya, maka tidaklah heran bahwa Rakyat berpendapat dengan adanya gemeente itu: “Begini uang, begitu uang”.

Tentang kurang diperhatikannya pemilihan lid-lid gemeenteraad oleh penduduk, yang cukup terang buktinya, telah menjadi buah pikiran dalam Volksraad.

Orang berkehendak merubah dan memperbaiki peraturan pemilihan dalam perwakilan gemeenteraad, Tapi apa kata?

Dengan suara terbanyak, sebab suara yang mementingkan penduduk amat sedikit dan menurut saja, maka terdengarlah suara yang dengan singkat semacam di bawah ini:

“Orang berpendapat, supaya orang mengerti, bahwa politik Indonesia itu harus dalam pimpinan Belanda, hingga saat dan waktu dari kemajuan Bumiputera begitu maju, sampai mereka cakap betul memegang pimpinan itu. Dan sekarang orang jangan terburu-buru buat memberi kesempatan mereka, meskipun dalam gemeenteraad”.

Dengan singkat artinya perkataan tadi ialah: bagi Bumiputera jangan ditambah kursinya dalam gemeenteraad. Tetapi P.E.B. setuju, apabila cuma pemilih-pemilihnya ditambah.

Putusan dari pembicaraan tentang pemilihan dalam gemeenteraad yang kita kutip kurang lebih sebagai di bawah ini:

De Javasche Crt. memuat peraturan dari 29 Desember tentang pemilihan lid-lid dari gemeenteraad dan yang berhubungan dengan itu, dirubah dan ditetapkan pula. Pemilihan itu dilakukan bagi masing-masing golongan penduduk. Waktunya diadakan pemilihan ialah pada hari Selasa yang ketiga dalam bulan Juni. Lid-lid berhenti tiap-tiap empat tahun sekali pada hari Selasa yang ketiga dalam bulan Agustus. Pada hari Selasa yang ketiga dalam bulan Agustus 1926, semua lid-lid dari raad-raad lokal (gemeenteraad-gemeenteraad) diberhentikan.

Yang boleh memilih yaitu tiap-tiap orang laki penduduk dari jajahan Belanda (Ned. Onderdanen), yang mengerti menulis dan membaca, berusia 21 tahun dan ditarik pajak dari penghasilan sebesar paling sedikit f.300,- dalam satu tahun.

Peraturan itu akan berlaku pertanggal 1 Januari yang akan datang. Sesudahnya tanggal 24 Mei, waktu lijst-list dari pemilih-pemilih itu sudah berlaku dan sampai hari Selasa yang ketiga dalam bulan Agustus, apabila ada lowongan kalau perlu harus diangkat saja. Begitulah bunyi undang-undang baru dari peraturan pemilihan lid-lid gemeenteraad.

Dalam undang-undang tidak disebutkan tentang penambahan kursi-kursi bagi penduduk Bumiputera dan Tionghoa. Hanya yang terpenting ialah yang dapat memilih sekarang juga orang-orang yang ditarik pajak dari penghasilan ad f.25,- dalam satu bulan atau f.300,- dalam satu tahun.

Kalau dengan peraturan di atas itu orang sudah merasa senang, sebab menduga diperbaiki peraturan perwakilan dalam gemeente, maka ia tidak berbeda dengan merasa senang melihat pil yang dilapisi emas, artinya baik kelihatannya tetapi toh masih sama pahitnya.

Tetapi apakah yang menjadi soal terpenting dalam peraturan yang sebagai pil emas tadi? Dalam hal itu kita harus awas tentang ongkos-ongkos bagi pil emas (melapisi emas) tadi. Sebab kita telah lama mendapat pelajaran: “Begini uang, begitu lagi uang, semua uang”.

(Surat kabar API, 12 Januari 1926).

 

Tinggalkan komentar