Perubahan Hak Memilih Buat Gemeenteraad Sikap Kommunist Terhadap Parlementarisme (Bagian I)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Beberapa waktu lalu telah terjadi sebuah drama politik di parlemen Indonesia yang membuat berang sebagian besar masyarakat karena hak memilih langsung pemimpin daerah dikebiri dengan undang-undang baru mengenai perubahan undang-undang pemilihan kepala daerah dari langsung dipilih oleh rakyat menjadi diwakilkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perubahan ini dianggap mematikan hak demokrasi masyarakat dan banyak penolakan terjadi tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Pusat (DPR) tetap mengsahkan rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang.

Bila kita kembali ke masa pergerakan maka kita akan tahu bahwa bagaimana parlemen di Indonesia muncul dan bagi kepentingan siapa parlemen ini dibuat. Dan di bawah ini adalah salah satu artikel dari surat kabar Api tanggal 31 Juli 1925 yang dengan bagus mengupas bagaimana sebenarnya parlemen pada masa pergerakan dan pada masa Indonesia sebelum merdeka. Artikel ini juga bisa menjadi kaca bagi kita semua dalam bersikap terhadap parlemen. Baca lebih lanjut

Opas sang Penjaga dan Pelayan

Dua opas Asisten Residen di Jawa tahun 1870 (Koleksi: www.kitlv.nl)

Dua opas Asisten Residen di Jawa tahun 1870 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

Oppasser atau oppas dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia dapat diartikan sebagai penjaga atau pelayan. Oppasser (opas) memang bagian dari kehidupan masa lampau Hindia Belanda. Oppasser dapat dikatakan bagian dari pekerja domestik bagi keluarga-keluarga Belanda maupun bangsawan dan pejabat pemerintahan kolonial yang tinggal di Hindia Belanda juga ia adalah para pegawai rendahan di instansi milik pemerintah kolonial Belanda. Baca lebih lanjut

PARTAI POLITIK DAN MEDIA MASSA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Surat Kabar Harian Rakyat

Surat Kabar Harian Rakyat

Masa demokrasi terpimpin, partai politik maupun organisasi politik tidak bisa lepas dari pers. Partai politik telah menggunakan pers dalam mendukung maupun menjadi oposisi dari pemerintahan yang berkuasa. Sistem kekuasaan masa demokrasi terpimpin juga mempengaruhi fungsi pers, yang lebih banyak bersifat sebagai corong kekuasaan pemerintah yang berkuasa, sehingga fungsi pers sebagai kontrol sosial tidak nampak bahkan hilang.[1]

Pers memiliki hubungan yang sangat erat dengan organisasi politik maupun partai politik dari pertamakalinya pers dikelola oleh para jurnalis Indonesia. Hubungan ini berkaitan dengan fungsi pers sebagai penyebar informasi dan alat propaganda yang efektif bagi partai politik dalam mengkampanyekan program serta tujuan partai tersebut. Masa demokrasi liberal hingga demokrasi terpimpin pers sangat berperan bagi kelangsungan kampanye partai politik, hampir setiap partai politik memiliki surat kabar baik yang terbit harian maupun mingguan serta bulanan. Surat kabar ini dikelola sama baiknya dengan surat kabar umum yang tidak berafiliasi dengan partai politik dan bahkan menjadi alat pemasukan dana bagi partai politik. Partai-partai politik yang memiliki surat kabar seperti PKI, Masyumi, PNI, NU dan lain sebagainya sangat gencar melakukan kampanye melalui media massa. Baca lebih lanjut

Hindia Belanda dalam Balutan Iklan Kapitalisme

Iklan Kipas angin Sinpo 2 Agustus 1940

Iklan Kipas angin Sinpo 2 Agustus 1940

Suara microphone terdengar nyaring di depan alun-alun Kraton Surakarta menawarkan sebuah produk obat. Orang-orang yang berlalu-lalang pun tersenyum karena kata-kata penawaran obat tersebut dalam bahasa Jawa sangat lucu dan menarik. Ya, itulah bentuk promosi dari obat segala macam penyakit ,“Moonlite” yang setiap hari terdengar di sekitar alun-alun Kraton Surakarta dekat dengan pasar Klewer. Menarik, karena bentuk iklan atau promosi barang semacam ini merupakan bentuk iklan yang paling tua dan masih dipergunakan. Baca lebih lanjut

Nasib Goeroe Bantoe Pada Masa Kolonial

Surat Kabar Neratja 1 Maret 1924 (Koleksi: Sanapustaka Kraton Surakarta)

Hindia Belanda tahun 1920-an memasuki masa-masa sulit dalam perekonomian setelah memasuki masa-masa booming ekonomi dengan ekspor produk-produk perkebunan yang begitu menguntungkan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini juga merupakan imbas dari kesulitan-kesulitan ekonomi di Eropa yang menyebabkan turunnya harga mata uang sehingga harga produk ekspor perkebunan menukik tajam di pasar dunia. Yang menyedihkan adalah kesulitan ekonomi ini menyebabkan bangkrutnya perusahaan-perusahaan kecil dan membawa kegoncangan di berbagai perusahaan besr di Hindia Belanda. Seperti yang diberitakan harian Sinpo tanggal 31 Desember 1921 bahwa banyak perusahaan kecil yang berhenti beroperasi akibat kerugian yang terus menerus dan iklim ekonomi baik pertanian maupun perdagangan belum menunjukan titik terang sehingga banyak perusahaan yang mati atau ditutup sementara. Dengan ditutupnya perusahaan-perusahaan maka semakin menambah pengangguran di Hindia Belanda. Baca lebih lanjut