RENTEN

 

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Kediaman Gubernur Jendral Batavia (Foto Koleksi: Kraton Kasunanan Surakarta)

Api baru-baru ini telah mengabarkan tentang pidatonya Baldwin, yang kata bahwa apabila pemerintah-pemerintah yang sekarang memegang kekuasaan negeri itu hendak berlaku hemat, maka pemerintah-pemerintah tadi haruslah meninggikan pajak-pajak.

Pidato dari Baldwin tadi terutama ditujukan pada pemerintahan Inggris, tetapi itu juga sebagai peringatan kepada pemerintah lain-lain negeri, yang menurut verslag-verslag begrooting  ternyata begitu royal dan begitu dalam terendam dalam lautan pinjaman.

Kalau dilihat dari luar orang akan menduga, bahwa pinjaman-pinjaman itu diadakan sudah tentu untuk menutup keperluan rumah tangga negeri. Tetapi apa yang termasuk dalam resort  keperluan negeri itu kita bisa lihat dalam surat-surat kabar.

Dalam surat-surat kabar telah nampak jumlah yang paling pertama dan paling besar ialah yang dipersediakan bagi keperluan membeli: Alat-alat Membunuh.

Kalau orang kata, bahwa alat-alat perang, armada, tentara dan lain-lain, alat perusak dan penindas di negeri kemodalan itu, adalah alat-alat dari majikan bagi keperluan kaum modal dan untuk keuntungan kaum modal, maka ia akan dituduh salah sangka.

Tetapi kalau kita lihat dan selidiki dengan kacamata belor, maka kebetulan perkataan tersebut di atas itu tidak bisa dipungkiri lagi. Jika terlihat dari luar kaum modal tidak mempunyai atau membeli alat-alat tadi.

Tetapi kaum modal yang memberi pinjan kepada negeri kemodalan itu memaksa, baik dengan jalan diplomatik, dengan jalan menempatkan “golek-golekan” dalam badan pemerintahan, maupun dengan jalan terang-terangan supaya paling pertama kepentingannya diperhatikan.

Meskipun pada masa sekarang ini dari mana-mana jurusan terdengar suara “pemerintahan demokratis” artinya dengan mengingat suara penduduk, toh sikap-sikap dari pemerintah-pemerintah itu menunjukkan pada Rakyat sikap sebelah mana yang dipentingkan. Rakyat dari beberapa negeri kemodalan sendiri yang dulu hanya menelan saja apa yang disajikanya, sekarang telah insyaf pada “criterium” dari sesuatu negeri kemodalan.

Baldwin berkata, bahwa untuk menjalankan penghematan itu harus menaikkan pajak. Sudah barang tentu yang dimaksudkan ialah pajak-pajak yang mengenai langsung dan tak langsung pada Rakyat, kaum proletar. Ia tidak mengutik sama sekali, bahwa persediaan bagi membeli alat-alat pembunuh harus dikuranginya, padahal itulah yang menyebabkan adanya pinjaman-pinjaman negeri yang besar-besar.

Kalau kita membaca tulisan tentang kalang kabutnya negeri-negeri kemodalan pada masa ini, kita mengetahui bahwa mereka kalang kabut itu disebabkan dari besarnya jumlah-jumlah yang digunakan keperluan perkara “bunuh membunuh”.

Perancis, Italia, Jerman, Belanda, Inggris dan lain-lain negeri di Eropa sekarang penuh dengan pinjaman. Pun Indonesia tidak ketinggalan dalam aksinya meminjam. Pemerintah Indonesia sekarang juga penuh dengan pinjaman seperti di bawah ini:

5% Indische Leening tahun 1915

5% Indische Leening tahun 1916

5% Indische Leening tahun 1917

6% Indische Leening tahun 1919

7% Indische Leening tahun 1921a

6,5% Indische Leening tahun 1921b

5,5% Indische Doll. Leening tahun 1921d

6% Indische Doll. Leening tahun 1922 serie 1

6% Indische Doll. Leening idem serie 2

5% Indische Leening tahun 1923a

5,5% Indische Leening tahun 1923c

6% Indische Leening tahun 1923d

Di atas itulah adanya pinjaman-pinjaman dari pemerintah Indonesia. Berapamilyar rupiah dari masing-masing pinjaman tadi kita tidak bisa memberitahukan persis. Kita hanya bisa mengatakan renten dari pinjaman-pinjaman tadi saja sudah ada bermilyar-milyar rupiah. Dan renten itu dibayar dari kas negeri yang terdapat dari penghasilan negeri yang sebagian besar pajak-pajak yang kita, proletar masing-masing mengetahui bagaimana beratnya.

Meskipun demikian susah bagi Rakyat tetapi senanglah bagi kaum modal. Dari itu mereka dengan alasan ini itu, mengharap ditambah besarnya pinjaman.

Apa sebab?

Untuk menjawab pertanyaan di atas kita selainnya memperingatkan kekuasaan yang diperoleh oleh kaum modal, pun kita harus memperingatkan tentang RENTEN-RENTEN dari pinjaman-pinjaman tadi.

Tiap-tiap pinjaman yang tersebut di atas tadi telah memberi renten ada yang 5%, ada yang 5,5% dan ada yang 6% dan lain-lain. Bagi kaum modal yang mempunyai uang bermilyar-milyar rupiah, maka renten 5 dan 6% tadi seolah-olah bestik bagi kaum miskin. Mereka dengan senang mempenuhi pinjaman tadi.

Kesenangan mempenuhi pinjaman itu kita bisa melihat dari kurs-kursnya (naik turunnya) harga surat-surat pinjaman.

Kurs-kurs yang kita dapat baca dari surat-surat kabar Belanda tentang pinjaman-pinjaman pemerintah Indonesia ada: 101 seperempat, 102 setengah dan ada yang 104. Itu membuktikan bahwa kaum modal gemar sekali menaruh uangnya sebagai pinjaman kepada negeri.

Tetapi bagi kita, proletar, yang tidak punya yang buat beli beras yang sedikit baik saja, kita hanya boleh membayar renten-renten dari pinjaman-pinjaman tadi dan ditarik uang buat membayar pokok pinjaman-pinjaman itu.

Orang boleh kata, bahwa kaum majikan juga ditarik pajak. Tetapi kalau kita selidiki tentang besarnya beban yang ditimpakan pada kaum majikan dan beban yang dipikul oleh Rakyat, kita mengetahui, bahwa Rakyat hingga megap-megap.

Kaum majikan juga memikul beban renten pinjaman negeri tetapi beban itu kalau dibandingkan dengan bunga yang digaruknya kurang lebih perbandingannya 1:10. Artinya kalau kaum majikan membayar bea 1 ia menarik bunga 10.

Dengan keterangan-keterangan di atas tadi kita kupas seluruhnya perkataan-perkataan Baldwin. Baldwin wakil pemerintah Inggris itulah seolah-olah model (contoh) dari negeri-negeri kemodalan lain-lain. Perkataan-perkataan Baldwin tadi seolah-olah mengili telinga Proletar seluruh dunia, yang sekarang mengawaskan tentang lidah bercabang untuk menindas.

(Api, 30 Januari 1926)

Tinggalkan komentar