Banjir di Kota Solo Tahun 1915

Koleksi Sanapustaka Kraton Kasunanan Surakarta

Sejarah mencatat bahwa peradaban manusia banyak dibangun di daerah pinggiran sungai. Sungai memberikan kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan manusia, tanah yang subur di bantaran sungai besar adalah tempat bercocok tanam yang baik bagi penduduk dan sungai juga dapat dijadikan sebagai jalur perdagangan. Hal itu dibenarkan dengan adanya teori, peradaban manusia lahir dan dimulai dari sungai. Mesir dengan Sungai Nil, India lahir dari Sungai Gangga dan Cina bersama Sungai Kuning. Sedangkan kerajaan-kerajaan Nusantara banyak berdiri di tepi Sungai, seperti Majapahit di tepi sungai Brantas.

Kota Solo merupakan kota yang lahir dari peradaban sungai Bengawan Solo. Pada tanggal 17 Februari 1745 terjadi perpindahan dari Keraton Kartasura ke Surakarta. Desa Sala merupakan daerah rawa, dipilih berdasarkan dua pemikiran. Pemikiran rasional yakni sejak abad ke-18 Desa Sala merupakan daerah perdagangan yang ramai dengan melibatkan berbagai etnis melalui jalur sungai Bengawan Solo melewati berbagai daerah di Jawa Tengah hingga ke daerah Jawa Timur dan bermuara ke laut Jawa. Pertimbangan irasional adalah Desa Sala terletak di tempat pertemuan dua sungai (tempuran), Bengawan Solo dan Pepe, yang dipercayai memiliki kekuatan magis.

Selain keuntungan secara kosmologis dan ekonomis kota Solo sendiri memiliki masalah dengan bahaya bencana banjir dari sungai-sungai yang mengelilinginya serta letak geografis kota Solo sendiri yang berada di zona depresi antara plato di bagian selatan (Wonogiri), Gunung Merapi di sebelah barat, perbukitan Kendeng di sebelah utara, dan Glinting Lawu di sebelah timur. Letak yang dapat diibaratkan seperti dasar mangkuk ini mengakibatkan wilayah ini sangat rentan terhadap banjir. Air limpasan yang masuk Kota Solo berasal dari tiga arah, yaitu dari lereng tenggara Gunung Merapi, lereng barat daya Gunung Lawu, dan dataran tinggi Wonogiri.

Letak geografis kota Solo yang rawan terhadap bahaya banjir diantisipasi dengan pembuatan tanggul yang dilaksanakan pada tahun 1900 dengan cara mengalirkan sungai Pepe. Di desa Munggung dibangun pintu air, aliran sungai Pepe diarahkan ke timur melalui sungai Anyar (Banjir Kanal) di sebelah utara kota sampai ke sungai Bengawan Solo. Sungai Pepe yang mengalir ke kota, pada musim penghujan ditutup. Di kampung Demangan, Sangkrah, juga dibangun pintu air. Pintu air di Demangan bila musim penghujan ditutup agar air yang mengalir dari Bengawan Solo tidak masuk ke dalam kota. Di sebelah selatan kota ada sungai Palemwulung yang mengalir ke kota yang kemudian disebut sungai Jenes dialirkan ke timur yang kemudian dinamakan sungai Tanggul, alirannya menuju ke sungai Bengawan melalui sebelah utara desa Nusupan.

Pembuatan tanggul dibuat mulai dari kampung Tipes ke timur sampai kampung Mipitan dan Semanggi Kidul, kemudian berbelok ke utara sampai kampung Saragenen Wetan, tepat di sebelah selatan Pejagalan (Abbatoir). Bangunan tanggul di sebelah utara, mulai dari sebelah utara Balekambang di desa Sumber ke timur sampai kampung Kenthingan yaitu di sepanjang pinggiran sungai, sehingga pada musim penghujan air yang mengalir tidak sampai meluap ke kota. Pembangunan tanggul yang mengelilingi kota Solo dibiayai oleh pemerintah Istana Surakarta dan Mangkunegara serta bantuan pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan tanggul dilaksanakan pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana X (tahun 1893-1939) dan masa KGPAA Mangkunagoro VI (tahun 1896-1916).

Koleksi Sanapustaka Kraton Kasunanan Surakarta

Pembuatan tanggul yang dilakukan oleh Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Mangkunegaran bersama dengan pemerintah kolonial Belanda pun masih belum dapat mencegah terjadinya banjir yang cukup besar pada tahun 1915. Banjir tahun 1915 di kota solo menggenangi sebagian besar wilayah Pasar Kliwon yang memang letaknya dekat dengan sungai Bengawan Solo. Banjir di kota Solo tahun 1915 juga ditenggarai karena rusaknya hutan-hutan dikawasan hinnterland akibat eksplotasi perkebunan swasta pada masa itu. Rusaknya lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama banjir kota Solo tahun 1915.

Bisakah kita belajar dari peristiwa ini…..????

————————-000000000000——————-

Tinggalkan komentar