Disiplin Partai, Kritik Darsono dan Perpecahan Sarekat Islam (Bagian 1)

Semaoen dan Darsono

“Partai Tanpa Disiplin Ibarat Tembok Tanpa Semen dan Mesin Tanpa Baut”

Peristiwa Afdeeling B  di Garut tahun 1919 dan kekalahan pemogokan umum buruh PFB (Personeel Fabrik Bond) pimpinan Soerjopranoto pada tahun 1920 menjadi sebuah titik balik perjuangan Sarekat Islam (SI) dalam mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi pergerakan nasional ini. Peristiwa afdeeling B telah menempatkan beberapa pimpinan CSI (Central Sarekat Islam) sebagai tersangka termasuk Tjokroaminoto. Akibat peristiwa ini beberapa anggota CSI mengusulkan untuk diadakan sebuah disiplin partai. Disiplin partai yang diusulkan pasca peristiwa Afdeeling B adalah mencoba mendisiplinkan SI Lokal agar tidak melakukan aksi-aksi sepihak tanpa sepengetahuan CSI. Sedangkan disiplin partai yang berkembang pasca pemogokan umum PFB dan dimotori oleh kelompok Jogjakarta, Agoes Salim, Abdoel Moeis dan Soerjopranoto adalah menghilangkan unsur-unsur non SI secara tegas. Tujuannya jelas mengeluarkan unsur komunis dan pengaruh mereka yang begitu kuat di tubuh SI dan CSI khusunya, karena di SI para pemimpin komunis menduduki posisi yang penting di dalam kepengurusan CSI dan Persatoean Perserikatan Kaoem Boeroeh (PPKB) atau lebih sering disebut sebagai Vak Sentral.

Pada bulan Oktober 1920 bestuur CSI memutuskan untuk mengadakan kongres guna membahas rencana disiplin partai. Pembicaraan mengenai hal ini telah dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 1920. Abdoel Moeis dalam pertemuan tersebut mengemukakan bahwa perhimpunan tidak mungkin memiliki dua azas. Agoes Salim memberikan bukti kegiatan yang melanggar kebenaran dan bermaksud mengubah SI, tetapi tidak secara rinci diterangkan kegiatan apa saja yang melanggar kebenaran dari anggota CSI yang juga anggota komunis. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan untuk mengintrodusir disiplin partai yang akan diteruskan ke Kongres Nasional SI pada tanggal 16 Oktober 1920 di Surabaya. Keputusan mengadakan Kongres Nasional SI pada tanggal tersebut terlihat terburu-buru karena berjarak hanya dua minggu. Hal ini dapat dimengerti jika melihat bahwa pertemuan Soerjopranoto dan Agoes Salim dengan Gubernur Jendral Van Limburg Stirum dijadwalkan pada 20 Oktober 1920. Hal ini berarti pemberlakuan disiplin partai SI terhadap para anggotanya yang berhaluan komunis merupakan hadiah yang manis bagi Gubernur Jendral.

Sebelum Kongres Nasional SI dilaksanakan, goncangan hebat terjadi di tubuh SI dimana Darsono, propagandis CSI dan anggota SI Semarang melakukan kritik terbuka terhadap pimpinan CSI, Brotosoehardjo dan Tjokroaminoto melalui surat kabar Sinar Hindia pada tanggal 6 Oktober 1920. Dalam kritiknya Darsono mengatakan bahwa maksud perhimpunan adalah untuk menolong anggotanya yang dapat menimbulkan kerukunan serta maksudnya masyarakat tertarik terhadap SI bukan hanya karena Islam saja tetapi juga karena tujuan dari perhimpunan tersebut. Darsono juga menunjukkan bahwa SI sekarang tidak bertenaga karena tidak berusaha memperbaiki nasib anggotanya sehingga banyak ditinggalkan anggotanya. Darsono membandingkan SI dengan Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia (NIP-SH) dan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV/PKI) yang berjuang tanpa slogan Islam tetapi banyak diminati masyarakat, hal ini dikarenakan tujuan dan maksud dari kedua organisasi ini cukup mudah dimengerti oleh rakyat. Masalah keuangan CSI juga menjadi kritik Darsono yang menganggap CSI tidak akan kekurangan uang dengan begitu banyaknya cabang dan anggota tetapi pada kenyataannya CSI tidak mampu menyewa gedung untuk kantornya, sehingga bestuur CSI bekerja di rumahnya masing-masing atau menumpang di kantor Oetoesan Hindia, sehingga tidak dapat berkumpul bersama setiap hari untuk membicarakan hal-hal penting yang berhubungan dengan organisasi.

Darsono juga mengkritik cara kerja dua bestuur CSI yaitu Brotosoehardjo dan Tjokroaminoto pada tulisannya yang dimuat Sinar Hindia pada tanggal 7 Oktober 1920. Brotosoehardjo suka berjudi yang diakuinya di depan Darsono dan Tjokroaminoto serta disaksikan oleh Alimin di kantor Oetoesan Hindia pada bulan Juli 1920. Selain itu, Brotosoehardjo juga dianggap lalai karena menghilangkan arsip yang berisi bon-bon uang SI ketika akan menghadiri Vergadering di Jogjakarta, meminta uang kepada SI-SI Lokal dalam vergadering-vergadering yang dihadirinya dengan jumlah yang tidak wajar sehingga banyak SI-SI Lokal yang merasa ketakutan….(Bersambung)

————————————–000000000000000000000000000000000000———————————————————————

Tinggalkan komentar