Disiplin Partai, Kritik Darsono dan Perpecahan Sarekat Islam (Bagian 2)

Tan Malaka dan Darsono

Perpecahan di tubuh CSI telah di depan mata dengan adanya disiplin partai dan kritik yang dilontarkan oleh Darsono kepada pengurus CSI. Kritik yang tajam dilontarkan Darsono kepada Tjokroaminoto sebagai pimpinan CSI. Kritik yang dimuat di Sinar Hindia, pada tanggal 9 Oktober 1920 ini, Darsono mempermasalahkan mengenai mobil yang dimiliki oleh CSI yang dibeli dengan harga f. 2800,- tidak melalui persetujuan lid bestuur CSI. Antara tahun 1919-1920, CSI kekurangan uang dan mobil milik CSI digadaikan kepada Tjokroaminoto seharga f. 2000,-. Perjanjian dalam gadai mobil ini adalah jika dalam waktu delapan bulan mobil tidak diambil oleh CSI maka mobil tersebut menjadi milik Tjokroaminoto. Darsono mempertanyakan bagaimana bisa CSI kekurangan uang sedangkan Tjokroaminoto bisa meminjamkan uang begitu besar kepada CSI. Pada tanggal 5 September 1920 mobil tersebut telah ditawar oleh seseorang seharga f. 3500,- dan Darsono telah mengusulkan untuk menjual mobil tersebut dan hasil penjualan tersebut digunakan untuk membayar hutang kepada Tjokroaminoto dan sisanya digunakan untuk membiayai penyewaan kantor CSI agar koordinasi antar pengurus CSI bisa dilakukan lebih intensif di kantor tersebut. Tetapi usulan ini ditolak, sehingga mobil tetap milik Tjokroaminoto.

Tjokroaminoto juga dianggap boros oleh Darsono karena selalu menghadiri vergadering dengan mobil tersebut, padahal biaya bensin dan perawatan selalu diambilkan dari kas CSI. Beberapa kali diusulkan untuk melakukan perjalanan vergadering menggunakan kereta karena lebih murah. Tjokroaminoto juga dapat tidak membayar ongkos kereta karena posisinya sebagai anggota volksraad sehingga dapat menghemat pengeluaran CSI. Tetapi usulan ini pun selalu ditolak. Darsono juga mengambil kutipan dari surat kabar Soerabaiash Handelsblad yang memberitakan bahwa Tjokroaminoto telah membelikan mobil baru untuk istri mudanya seharga f. 3000,-. Permasalahan uang lain yang dipermasalahkan oleh Darsono secara terbuka adalah masalah uang derma yang dikumpulkan untuk menolong korban bencana alam gunung Kelud sejumlah f. 10000,- tetapi diberikan kepada orang yang tidak berhak menerima. Uang derma tersebut dipakai oleh Agoes Salim sebesar f. 4500,- untuk perjalanan ke Belanda. Hal ini menurut Darsono sangat tidak pantas karena organisasi selalu berteriak kekurangan uang, sedangkan pengurusnya menghambur-hamburkan uang.

Kritik ini membuat dunia pergerakan nasional tersentak, berbagai tanggapan muncul dari CSI maupun SI-SI Lokal bahkan mendapatkan perhatian yang luas dari organisasi pergerakan lain melalui surat kabar mereka. Surat kabar Persatoean Hindia  milik NIP-SH memuat jawaban-jawaban yang berasal dari kedua belah kubu yang bertikai dan memberikan respon yang cukup provokatif yaitu Doenia  Sarekat Islam Bergontjang, Komunis Kontra Sarekat Islam pada tulisannya tanggal 20 November 1920.

Tjokroaminoto sebagai pihak yang diserang membalas kritik Darsono melalui surat kabar Neratja pada tanggal 18 Oktober 1920 dan juga dimuat oleh Sinar Hindia. Tjokroaminoto menjelaskan ia tidak akan membantah dan membalas serangan Darsono sebelum ada ijin dari vergadering bestuur CSI, karena menurutnya perlawanannya tidak hanya akan mengenai Darsono saja tetapi akan mengguncang tubuh SI dan Tjokroaminoto akan segera menyingkirkan barang yang tercemar dari SI. Tjokroaminoto juga meminta mengundurkan Kongres CSI hingga waktu yang belum ditetapkan untuk mengatasi permasalahan dengan Darsono. Barulah pada tanggal 21 Oktober 1920, Tjokroaminoto menjelaskan dan membantah tuduhan-tuduhan Darsono terhadap dirinya. Ia mengatakan permasalahan biaya bensin dan perawatan mobil sudah seharusnya ditanggung CSI atau SI-SI Lokal yang dikunjunginya. Pembelian mobil bagi istri mudanya dijelaskan menggunakan uang yang berasal dari uang pribadi istrinya sendiri bukan uang curian ataupun uang organisasi. Mengenai uang derma bencana alam gunung Kelud yang dipakai Agoes Salim telah digunakan oleh CSI untuk keperluan sehari-hari dan akan dilaporkan setelah penanganan bencana alam tersebut selesai.

Kritik dan jawaban kritik bukan mereda bahkan menjalar membuka dendam-dendam politik lama, seperti yang dilakukan oleh Soerjopranoto dengan meminta segera memutuskan hubungan dengan pihak komunis Semarang baik di PPKB (Vak Sentral) maupun di SI dengan alasan bahwa kaum komunis selalu menjadi halangan baik gerakan buruh yang dipimpinnya maupun SI dengan terlalu sering melakukan kritik yang mencela. Dan yang utama adalah mengenai kritik kaum komunis terhadap peristiwa Afdeeling B dan kegagalan pemogokan PFB serta yang terakhir adalah kritik Darsono.

Kaum komunis yang diwakili oleh Semaoen menjawab melalui Sinar Hindia bahwa lontaran Soerjopranoto tidak pada tempatnya, karena konflik antara kaum komunis dan SI tidak ada hubungannya dengan Vak Sentral dan tulisan ini menyebabkan rusaknya persatuan kaum buruh. Dan Ia juga menyesalkan kritik yang dilontarkan oleh Darsono, tetapi kritik tersebut merupakan serangan pribadi Darsono dan bukan berasal dari fraksi Komunis.

Nasi telah menjadi bubur, kritik Darsono merupakan sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu oleh kelompok Jogjakarta untuk segera menyingkirkan kaum Komunis dari SI, walaupun sebenarnya kritik Darsono memberikan gambaran yang nyata bahwa CSI memang lemah dan persatuan di tubuh SI semakin menurun.

————————————————————0000000000000————————————————————————-

Tinggalkan komentar