Dukutan Wujud Syukur Masyarakat Petani Bunga

Upacara bersih desa dukutan, desa Nglurah Tawangmangu

Berjalan-jalan pada hari minggu pagi di Manahan, melihat begitu banyak aktifitas masyarakat Solo, berolahraga, cuci mata bahkan mencari nafkah dengan berjualan aneka barang dan hasil bumi. Tetapi tentunya yang menarik perhatianku adalah ibu-ibu para penjual tanaman bunga. Ingatanku kembali pada masa kuliah dulu ketika ikut menyaksikan sebuah acara bersih desa di Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. bersih desa selalu diadakan disetiap desa  yang berada di kaki gunung Lawu ini.  Selain sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersih desa juga bertujuan untuk menghormati para leluhur desa yang telah meninggal.  Ada yang unik dari bersih desa yang diadakan di desa Nglurah ini. Baca lebih lanjut

Slametan Tanda Mata Bagi Tuhan Yang Maha Esa

Kegiatan Slametan keluarga di Surabaya 1900 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

Ucapan rasa syukur dapat dilakukan melalui banyak cara, baik secara personal maupun dilakukan secara bersama-sama. Kebudayaan kita telah mengajarkan begitu banyak kegiatan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan sejak masa dahulu. Dari mempersembahkan berbagai hasil ternak dan hasil bumi hingga melakukan berbagai ritual pribadi yang berhubungan dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Raja-raja masa dahulu sering melakukan persembahan berupa hewan sapi, kerbau dalam jumlah yang cukup besar sebagai persembahan baik kepada leluhur maupun Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan petani dan nelayan melakukan ritual persembahan dengan beraneka ragam hasil bumi sebagai rasa syukur atas hasil panen mereka kepada Leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga dapat dikatakan bahwa ucapan rasa syukur dengan berbagai acara ritualnya bukan monopoli golongan elit saja tetapi juga dilakukan oleh rakyat secara umum. Baca lebih lanjut

Kisah “Usang” Legiun Mangkunegaran

Perwira Legiun Mangkunegara Soerakarta 1867 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

Legiun Mangkunegaran sebuah korps militer yang dibentuk pada tahun 1808 memiliki sejarah panjang dan menjadi kebanggaan praja Mangkunegaran. Reruntuhan bangunan kavaleri-artileri markas Legiun Mangkunegaran yang berada di sebelah timur pura Mangkunegaran menjadi saksi bahwa korps militer ini sangat disegani pada masanya. Legiun Mangkunegaran merupakan korps militer modern yang dibangun dengan konsep militer barat dipadukan dengan nilai-nilai kepemimpinan Jawa, menjadikan Legiun Mangkunegaran dapat dianggap sebagai kekuatan militer yang elit pada jamannya. Dibangun ditengah konflik politik lokal kerajaan Jawa dan semakin kuatnya kekuatan politik pemerintah kolonial Belanda membawa Legiun Mangkunegaran sebagai kekuatan militer yang selalu dimanfaatkan untuk menghadapi konflik-konflik secara militer. Baca lebih lanjut

Merdeka VS Harian Rakyat: Aksi Sepihak dan Landreform

Karikatur Harian Rakyat 3 Juli 1964, menggambarkan Surat Kabar Merdeka yang mendukung penghisapan terhadap kaum Tani

Keberpihakan PKI terhadap kebijaksanaan Politik Demokrasi Terpimpin ternyata sangat menguntungkan partai itu, karena dengan sikap tersebut PKI dapat berlindung di bawah kekuasaan Soekarno sebagai penguasa tunggal. Situasi ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh PKI untuk menjalankan strategi politiknya.

Strategi politik terbaru di bawah kepemimpinan D.N. Aidit adalah dengan membangun kekuatan aliansi buruh – tani dengan propaganda pembaharuan politik agraria. Untuk itulah PKI membuat slogan-slogan untuk mendukung perjuangan kaum tani.[1] Selain itu untuk memperkuat kaum tani, PKI membentuk organisasi bagi kaum tani (Barisan Tani Indonesia) atau yang lebih dikenal sebagai BTI sebagai tempat kaum tani melakukan aktivitas dan perjuangannya. Sedangkan PKI sendiri memainkan peran melalui parlemen dengan mengajukan usulan perubahan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yakni Undang-Undang No 5 tahun 1960[2] dan Undang-Undang Pendapatan Bagi Hasil (UUPBH) yaitu Undang-Undang No. 2 tahun 1960 yang bersifat kolonialis dengan Undang-Undang Pokok Agraria baru yang bersifat mendukung kaum tani dan buruh tani. Baca lebih lanjut

Merdeka VS Harian Rakyat: Manipol dan Ideologi

Karikatur Surat Kabar Merdeka Tanggal 18 Juni 1964

Isu mengenai penyederhanaan partai yang dilontarkan oleh surat kabar Merdeka atau dalam bahasa surat kabar Harian Rakyat berarti pembubaran partai telah menyeret kedua surat  kabar ini ke dalam polemik yang lebih luas dan menyentuh masalah fundamental yaitu mengenai manipol dan idiologi. Polemik ini berawal dari lontaran surat kabar Harian Rakyat yang menganggap surat kabar Merdeka di luar revolusi nasional, menunjukkan kecenderungan yang anti demokrasi, komunis-phobi, tak ubahnya pers imperialis yang menghasut kaum nasionalis untuk memusuhi kaum kiri sambil mencerca kaum nasionalis sebagai kaum yang tidak bisa apa-apa. Pendirian surat kabar Merdeka yang dianggap mengadu domba ini dikatakan oleh surat kabar Harian Rakyat sebagai pendirian kanan.[1] Baca lebih lanjut

Merdeka VS Harian Rakyat: Penyederhanaan Partai

Karikatur di Harian Rakyat Tanggal 20 Juni 1964

Kondisi pers masa Demokrasi Terpimpin ditandai dengan munculnya pers yang membawa suara-suara partai politik. Penyajian berita-berita surat kabar disesuaikan dengan kepentingan partai-partai politik, sehingga terkadang muncul sebuah pertarungan-pertarungan wacana yang sangat panjang dan menarik, bahkan terkadang melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk ikut berlomentar dan berargumentasi menjadikan media massa menjadi sesuatu yang menarik untuk dinikmati.

Surat kabar yang menjadi corong partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin membawa ketegangan-ketegangan dan polemik yang berkepanjangan antar kelompok maupun partai politik yang dilakukan melalui surat kabar. Polemik antar kelompok di surat kabar membawa berbagai isu yang penting dan krusial pada masa demokrasi terpimpin. Polemik yang panjang terjadi antara surat kabar Harian Rakyat dengan Merdeka yang berlangsung selama sebulan. Polemik kedua surat kabar tersebut mengangkat berbagai isu aktual yang sedang berkembang pada masa tersebut. Baca lebih lanjut